dipinjam dari : http://jualanidesegar.blogspot.com/
-----------------------------------------------------------------------------------------
oleh : Arief Budiman
A great presenter is a great story teller
- Steve Jobs, CEO Apple Inc. –* Pembukaan adalah pintu masuk buat audiens ke dalam presentasi kita. Kita bawa audiens ke dalam suasana yang kita harapkan. Jika perlu sesuatu yang shocking di depan, maka kita lakukan. Jika perlu kutipan yang menggugah kesadaran di awal kita berikan.
* Pembukaan adalah kunci, ada yang bilang menit pertama bagi seorang presenter adalah segalanya. Jika Anda dapat perhatian audiens, maka Anda akan membuat presentasi itu sukses. Demikian sebaliknya.* Jangan bernafsu menjejali audiens dengansemua informasi yang kita miliki. Mereka tak akan mau dan tak akan mampu menerimanya, kecuali kita todong senapan laras panjang atau berikan hadiah uang jutaan. Artinya, secara natural audiens hanya akan menerima message yang simple, yang sederhana dan mudah diingat.
* Menjadi complicated dengan terlalu banyak data tidak akan membuat kita terlihat sebagai presenter yang cerdas. Percayalah, pengertian orang cerdas (atau bahkan jenius) adalah mereka yang mampu menyederhanakan permasalahan yang kompleks. So, kurangi materi yang tidak relevan dan data yang berlebihan. Stay simple and you will grab more attention. Dapatkan perhatian audiens, justru dari tema-tema yang sederhana tapi kuat karakternya.Daftar Berbutir
Contoh nyata yang inspired* Mengambil contoh-contoh dalam kehidupan nyata biasanya akan menarik minat audiens. Karena hal-hal seperti itu sangat dekat dengan keseharian audiens.
* Salah satu favorit saya adalah Ustadz Yusuf Mansur. Bagaimana dia bisa meramu materi sedekah dan ibadah yang lain dengan bahasa yang begitu membumi, dengan contoh nyata yang otentik dan mengharukan. Tentang keajaiban sedekah yang menyelamatkan seseorang dari penjara, melindunginya saat terjadi kecelakaan, rejeki yang dating dari tempat yang tak pernah disangka. Juga format matematika sedekahnya, sehingga audiens tidak merasa terlalu digurui dengan banyak kutipan ayat Qur’an yang mereka belum pahami. Sehingga mereka bisa memulai ibadahnya dengan sesuatu yang riil, untuk membuat kehidupannya sendiri menjadi lebih baik.
* Contoh-contoh nyata dari kehidupan selalu menarik dan menggugah emosi orang. Misalnya yang sering dilakukan motivator dengan menayangkan aktivitas saudara-saudara kita dalam Olympiade para penyandang cacat. Sangat inspired dan tak terasa air matapun menetes karenanya.* Seperti artis yang selalu menyiapkan kostumnya, seperti itulah seharusnya seorang presenter. Kita bisa sesuaikan penampilan kita dengan audiens atau juga dengan konsep presentasi kita. Jika Agnes Monica atau Brittney Spears dengan kostum glamour, maka Slank dan Iwan Fals berpakaian seadanya, sehari-hari.
* Dari segi penampilan, memang sebaiknya begitu: menjadi diri sendiri. Sehingga kita nyaman, audienspun nyaman. Kita tak perlu harus jadi eksklusif pake batik mahal atau berjas dan dasi lengkap.
* Selain pakaian, performance alias gaya kita saat presentasipun sangat penting. Ada presenter yang selalu menunduk melihat catatannya tanpa peduli apakah audiens mendengarkan, tertidur atau sudah bubar. Ada presenter yang energik luar biasa, berjalan kesana kemari membakar semangat audiensnya (James Gwee). Bahkan melompat-lompat (Tung Desem), bahkan menaiki meja (nah, yang ini saya!). Ada yang berdiri mematung dan berbicara datar seperti pejabat kelurahan. Ada banyak cara untuk tampil, Anda sesuaikan saja dengan kepribadian Anda. Tak harus sempurna, karena karakter seorang pembicara jauh lebih penting ketimbang kesempurnaan.* Adalah kesalahan presenter jika antara dia dan audiens tidak tercipta atmosfer dan frekuensi yang sama. Sehingga apa yang disampaikannya tidak nyambung. Salah satu tipsnya adalah selalu memandang audiens dari segala sudut mata Anda. Sebentar kita akan berbicara dengan pandangan ke audiens sebelah kanan, lalu tengah lalu kiri. Jika ada yang ngantuk maka bisa disindir dengan humor ringan agar yang lain tertawa dan yang ngantuk bangun.
* Jangan malas dan hanya duduk saja, kecuali Anda presentasi di siaran langsung televisi sehingga harus duduk. Turunlah dari panggung, berjalanlah ke tengah audiens untuk menyapa satu dua orang dan membangun keakraban. Dengan itu, audiens merasa menjadi bagian dari presentasi kita. Mau bicara apa saja atau mau menjual apa saja dalam presentasi kita, audiens akan hayo aja. Buktikan!* Mengakhiri sebuah presentasi adalah seni. Seperti sebuah film, selain memerlukan sebuah awal yang luar biasa, endingnya pun harus dahsyat. Tanpa ending yang dahsyat, sebuah film akan berlalu seperti kapal di tengah lautan yang gelap. Kita tak tahu kemana perginya.
* Saya selalu senang mendengarkan pidato-pidato Bung Karno. Semangatnya berapi-api dan membakar audiens. Tapi yang luar biasa adalah ending-nya. Seringkali Bung Karno tidak mengakhiri pidatonya dengan cara standar seperti:
* Demikianlah pidato saya. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam kata-kata saya, jika ada kelebihannya itu berasal dari Tuhan. Semoga apa yang saya sampaikan berman-faat, waktu dan tempat saya kembalikan lagi kepada moderator.
* Ending pidato Bung Karno laksana cerita sudah mencapai puncak ketegangannya dan audiens sudah menunggu dengan berharap-harap cemas apa yang akan terjadi selanjutnya dan… zapp! Suasana hening sepersekian detik dan pidato Bung Karno finish saat itu juga, saat hadirin masih ternganga menunggu.
* Berikut salah satu kutipannya: Bangsa kita adalah bangsa yang revolusioner (dengan intonasi suara sedang), bangsa yang sungguh hebat (suara makin meninggi), bangsa yang melahirkan pahlawan-pahlawan gagah perkasa (makin meninggi), bangsa yang tidak akan kalah oleh bangsa manapun di muka bumi ini (suara sangat tinggi melengking)… Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh… (nada tiba-tiba rendah). End.
* Hadirin puas? Tentu tidak, tapi Bung Karno memang sengaja membuat audiens menunggu pidatonya yang berikutnya. Tanpa sadar, audiens berdiri dari posisi duduknya dan melakukan standing applaus karena merasa inspired.--------------------------------------------------------------------------------------
Tentang Penulis :Saat ini masih tinggal di Jogja, meskipun hampir tiap minggu wira-wiri ke Jakarta. Di sini dia hidup nyaman dengan tetap menjadi ndeso tanpa rasa bersalah apalagi malu, tanpa harus ikut-ikutan bergaya sok kota yang penuh gengsi. Memboroskan jiwa raga, katanya memberi alasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar